Sabtu, 14 Januari 2012

‎'Dana Kuat, Timnas Kuat" Prestasi butuh dana besar

Sepak bola yang kuat ditentukan sumber dana yang kuat pula. Tanpa dana yang kuat, prestasi terbaik mustahil diraih. Ini sudah dibuktikan sebagian besar negara-negara di Eropa, juga Amerika Latin. Inggris, Jerman, Prancis, Belanda, Portugal, Brasil, Argentina dan Uruguay, merupakan langganan Piala Eropa dan Piala Dunia. Sepak bola negara Afrika kini tak lagi dipandang sebelah mata. Sebut saja seperti Ghana, Kamerun, Pantai Gading, dan Afrika Selatan tumbuh kembang menjadi kekuatan sepak bola dunia modern. Beberapa pemain mereka juga tampil luar biasa di liga-liga Eropa. Didier Drogba (Chelsea/Pantai Gading), Seydou Keita (Barcelona/Mali), Emanuel Adebayor (Tottenham Hotspur/Togo), dan Steven Pienaar (Afrika Selatan/Tottenham Hotspur). Jepang dan Korea Selatan, dua negara Asia, juga sudah unjuk gigi. Korea Selatan tampil trengginas di Piala Dunia 2002. Ditukangi Guus Hiddink, pelatih asal Belanda, Tim Negara Gingseng melaju hingga ke semifinal. Seperti halnya negara Afrika, talenta-talenta berbakat dari Jepang dan Korea Selatan berseliweran di liga manca negara. Tak dipungkiri memang, membangun timnas yang kuat tak semudah membalikkan telapak tangan. Materi pemain yang bagus tak ada artinya jika tak ditopang dana yang kuat. Keduanya harus seimbang. Amerika Serikat, contohnya. Negara yang kini dipimpin Barack Obama merupakan salah satu negara terkaya di dunia. Namun, materi pemain yang dimiliki Negara Paman Sam masih kalah kelas dibanding negara lain, katakanlah seperti Spanyol dan Inggris. Sepak bola modern, apapun alasannya, tak melulu soal elan, materi pemain, dan nasionalisme, tapi juga finansial yang besar. Inilah yang kini tengah dipikirkan PSSI. Djohar Arifin Husin, Ketua Umum PSSI, mengatakan, pihaknya mengajukan anggaran sebesar Rp 360 miliar untuk membangun timnas di semua level. Ini anggaran 2012. "Tahun kemarin, kami mendapat bantuan dana Rp 23 miliar dari pemerintah. Ini kita pakai, di antaranya untuk SEA Games XXVI dan penyisihan Pra Piala Dunia 2014 zona Asia. Ini hanya untuk timnas, bukan operasional," kata Djohar dalam perbincangan santai dengan SuperSoccer di Jakarta beberapa waktu lalu. Menurut Djohar, mencapai prestasi membutuhkan dana yang besar. PSSI sendiri sudah menjalankan program pembinaan usia dini dari berbagai jenjang. Yang menarik, dana yang besar tak ada artinya jika tak didasari manajemen keuangan yang bagus. Oleh karena itulah, PSSI menggandeng Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Ini sejarah bagi PSSI. Ke depan, kita harus lebih baik. Kita minta semua untuk fair play, termasuk manajemen keuangan PSSI. Kita perlu kepercayaan masyarakat. Prestasi butuh dana besar," kata Djohar. PSSI berjanji, semua penerimaan akan dilaporkan kepada publik, termasuk pengeluaran. Dengan manajemen keuangan yang baik, sepak bola Indonesia diharapkan sudah bisa mentas di Piala Dunia 2020. Di kancah internasional, tim "Merah Putih" dipandang sebelah mata. Sebagai fakta, Indonesia yang diwakili timnas senior tersisih dari babak kualifikasi Pra Piala Dunia 2014 zona Asia. Dari lima laga yang dilakoni Indonesia di Grup E, tim yang ditukangi Wim Rijsbergen tak sekalipun menang. Yang membanggakan, timnas U-23 kita lolos ke final SEA Games XXVI 2011 setelah 14 tahun. Terakhir, Indonesia masuk final tahun 1997. Kala itu, Bejo Sugiantoro dan kawan-kawan kalah adu penalti dari Thailand. Kita berharap, timnas, dengan dana yang kuat serta manajemen keuangan yang bagus, mampu meraih hasil memuaskan. Dengan kata lain, jika sukses mengatur keuangan dengan baik, maka timnas akan memiliki dasar yang kokoh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar